Sabtu, 27 April 2013

Amanah JABATAN

Amanah JABATAN

Jabatan ! diperebutkan......, sikut-sikutan......., padahal Jabatan itu amanah. Harus digunakan sebagaimana fungsinya. Apabila keluar dari itu, maka fitnah akan bermunculan. Berhati-hatilah wahai para PEJABAT ! 

Tapi ingat ! kita semua adalah 'Pejabat', pejabat dalam keluarga, pejabat dalam masyarakat, pejabat dalam lingkungan, pejabat dalam organisasi atau Jama'ah, pejabat dalam Negara, pejabat atas harta dan kekayaan kita dan pejabat atas diri kita sendiri. Kita semua akan DITANYA atas jabatan kita, sudah siap ?

Dulu orang sangat takut menerima Jabatan, kenapa ? kita simak saja kisahnya........
----------
Hari itu, penduduk Kota Damaskus, Irak, berkabung. Pemimpin tertinggi mereka, Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, baru saja meninggal dunia. Di tengah kabar meninggalnya sang khalifah, terdengar pula kabar bahwa khalifah meninggalkan surat wasiat yang berisi nama orang yang akan menggantikannya menjadi khalifah.

Orang-orang yang menginginkan kedudukan tentu berdebar-debar hatinya. Mereka berharap, mudah-mudahan saja nama yang tercantum dalam surat wasiat itu adalah namanya. Sudah terbayang dalam pikiran mereka, bahwa mereka akan mendapat harta, pelayanan, dan kemuliaan tertinggi. Apalagi masa itu, kekhalifahan Islam sedang mengalami masa kejayaan.

Namun, harapan orang-orang itu musnah. Berdasarkan surat wasiat Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik, yang diangkat menjadi khalifah pengganti adalah Umar bin Abdul Aziz.

Mendengar pengangkatan itu, Umar terkulai lemas dan berkata, “Demi Allah, satu hal yang tidak pernah aku mohonkan kepada Allah dalam doa-doaku adalah tentang hal ini (diangkat jadi khalifah).”

Ketika seluruh rakyat selesai membaiat Umar, Umar malah mengucapkan pidato pengunduran diri. Ia merasa tidak sanggup untuk mengemban amanah itu.

“Saudara sekalian, saat ini aku batalkan pembaiatan yang saudara-saudara berikan kepadaku, Pilihlah sendiri khalifah yang kalian inginkan selain aku,” demikian pidato Umar sesaat setelah pengangkatan khalifah atas dirinya.

Ketika tawaran itu disampaikan kepada rakyatnya, rakyat malah membaiat umar kembali. Akhirnya, dengan berat hati ia menerima amanah tersebut. Setelah pembaiatan kedua, Umar kembali berpidato.

“Aku bukanlah orang terbaik di antara kalian. Justru aku adalah orang yang memikul beban berat. Sesungguhnya, orang yang melarikan diri dari seorang pemimpin yang zalim, dia bukan orang zalim. Ketahuilah, tidak ada ketaatan kepada makhluk apabila dia berada dalam kemaksiatan.”

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, berbagai penyelewengan disikat habis olehnya. Tidak ada kesempatan buat pejabat yang korup, yang memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri. Hal itu dimulai dari dirinya sendiri. Umar betul-betul menerapkan prinsip sederhana dalam kehidupan dirinya dan keluarganya. Meskipun sebelum menjadi khalifah, Umar gemar memakai wewangian dan pakaian sutra. Namun, semenjak diangkat jadi khalifah, hal itu tidak dilakukannya lagi. Ia mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih kasar. Perhiasan istrinya pun ia jual dan uangnya dimasukkan ke dalam kas negara (baitul mal).

Pernah suatu kali, istrinya diberi hadiah sebuah kalung oleh seorang raja dari negara lain. Umar lalu menyuruh istrinya untuk memberikan kalung itu ke baitul mal. Istrinya menolak karena dia beralasan bahwa kalung itu diberikan memang untuk dirinya.

“Kau diberi hadiah karena kau istri khalifah. Kalau seandainya kau bukan siapa-siapa, tentu kau tidak akan mendapatkannya,” Umar mengingatkan istrinya.

Demikian pula, ketika suatu malam anaknya berkunjung ke kantornya. Ia bertanya terlebih dahulu kepada anaknya, “Kau datang untuk urusan keluarga atau urusan negara?”

Ketika anaknya menjawab bahwa ia datang untuk urusan keluarga, Umar mematikan penerangan yang ada di ruangan itu. Menurutnya, penerangan yang disediakan di ruangan itu memakai uang kas negara sehingga harus dipakai hanya untuk kepentingan negara saja, tidak untuk keperluan pribadi.

Gaya kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz yang ditegakkan atas dasar keadilan dan kejujuran yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah Rasul, betul-betul memberikan dampak besar kepada keadaan negara. Dalam 2,5 tahun, seluruh rakyat merasakan kemakmuran dan kesejahteraan negeri. Untuk itu, ia mengadakan kerja sama dengan para ulama besar pada zamannya. Seperti Hasan Al Basri (ahli hadits dan fikih) dan Sulaiman bin Umar. Dia berdialog dan meminta fatwa dari mereka agar mengajar rakyat mengenai hukum syariat, setia mengikuti perintah Allah Swt. Dan menjauhi larangan-Nya.

Apa yang menyebabkan Umar memerintah dengan jujur dan adil ? Ia takut mempertanggungjawabkan amanahnya kepada Allah. Begitu takutnya, hingga ia sering menangis tersedu-sedu minta ampunan-Nya.

Fatimah binti Abdul Malik, istrinya, pernah menemukan Umar sedang menangis ditempat shalatnya. “Kenapa kau menangis, wahai Khalifah?” tanya Fatimah.

“Wahai Fatimah, sesungguhnya aku memikul beban umat Muhammmad dari yang hitam hingga yang merah.

Aku memikirkan persoalan orang-orang fakir dan kelaparan, orang-orang sakit dan tersia-siakan, orang-orang yang tak sanggup berpakaian dan orang yang tersisihkan, teraniaya, dan terintimidasi, yang tertawan dalam perbudakan, yang tua dan yang jompo, yang memilki banyak kerabat, tapi hartanya sedikit, dan orang-orang yang serupa dengan itu di seluruh pelosok negeri. Aku tahu dan sadar bahwa Rabb-ku kelak akan menanyakan hal ini di hari Kiamat. Aku khawatir, saat itu aku tidak memiliki alasan yang kuat di hadapan Rabb-ku. Itulah yang membuatku menangis,” jelas Umar.
Suka Dengan Artikel Ini ?

0 komentar "Amanah JABATAN", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar

 
 
Copyright © 2013. mamabius - All Rights Reserved
Design by Luhur Muhammad Fatah | Powered By Blogger.com